Sejarah
Perbankan syariah atau perbankan
Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang
pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini
berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau
memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi pada
usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat
menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau
hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun
prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah
perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank
Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom
disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara
abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut
berdasarkan mata uang dinar yang
beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya
independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20,
kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans
Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun
1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya
pengelolaan dana jamaahhaji secara
non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah
secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari
International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad
menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga
keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan
mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih
dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip
syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira
0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Groupmenyatakan bahwa keuangan syariah
adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan
penjualan obligasi syariah diperkirakan
meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
Prinsip
perbankan syariah
Perbankan syariah
memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga
perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal,
menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai.
Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di
bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
Perniagaan atas
barang-barang yang haram,
Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
Perbandingan antara bank syariah dan bank
konvensional adalah sebagai berikut:[4]
Bank Islam
Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan
dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa
Dewan Pengawas Syariah
|
Bank Konvensional
Melakukan investasi baik yang halal atau haram
menurut hukum Islam
Memakai perangkat suku bunga
Berorientasi keuntungan
Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh
dewan sejenis
|
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine
on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan
syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan
keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.[10]
Produk
perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank
berbasis syariah antara lain:
Titipan
atau simpanan
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan
dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem
wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus
kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Deposito Mudharabah,
nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari
investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank
dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Bagi
hasil
Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep
ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang
diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi
berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar
dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara
penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi
menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh
pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian
dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
Al-Muzara'ah, adalah
bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang
pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
Al-Musaqah, adalah
bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya
bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya
nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Jual
beli
Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana
dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna
jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan
sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur
barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya
angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500
juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam
ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan
Nasabah.
Bai' As-Salam, Bank
akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas
dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara
kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang
pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai)
tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam
kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh
lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang
direkomendasikan penjual.
Bai' Al-Istishna',
merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat
kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat
masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti
As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan
demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada
nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari
transaksi tersebut.
Sewa
Al-Ijarah adalah
akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-Ijarah Al-Muntahia
Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi
pemindahan kepemilikan atas barang sewa.
Jasa
Al-Wakalah adalah
suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan)
yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.
Al-Kafalah adalah
memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain
mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung
jawab orang lain sebagai jaminan.
Al-Hawalah adalah
akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan
orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang
(contoh: lembaga pengambilalihan hutang).
Ar-Rahn, adalah suatu
akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang
sesuai dengan syariah.
Al-Qardh adalah
salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain
adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan
imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong
bukan komersial.
Tantangan
Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan
perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan
syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata
lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah
selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005,
perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47
persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi
pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang
Malaysia.
Tahun lalu, perbankan
syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta
dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir
mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia,
aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total
aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan
office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening
haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya
investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan
perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan
syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau
sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di
Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk
dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara
Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi
menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil,
antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut
diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga
keuangan global.
Adanya perbankan
syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir
berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang
banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga
untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan
nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80%
beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian
orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena
bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan
saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya
bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Tetapi sistem perbankan
syariah di Indonesia masih belum sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu
masih berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah Indonesia mendirikan
lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia yaitu Bank
Indonesia Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar